Orang Melayu Lahat
Jumlah penduduk | |
---|---|
594,133[1] | |
Kawasan ramai penduduk | |
Indonesia (terutama di Tanjung Balai, Kabupaten Batubara, Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Asahan) | |
Bahasa | |
Melayu Asahan (ibunda), Indonesia (rasmi) | |
Agama | |
Islam Sunni | |
Kumpulan etnik berkaitan | |
Orang Melayu Lahat atau sering disebut juga sebagai Jeme Lahat, merupakan salah satu kelompok etnik di Indonesia yang mendiami beberapa kecamatan di Kabupaten Lahat dan beberapa wilayah lainnya di Provinsi Sumatera Selatan. Orang Lahat terbahagi kedalam 4 kelompok (Sub-Suku Lahat) yang dahulu disebut dengan Kelompok Lekipali, atau kepanjangan dari Lematang, Kikim, Pasemah (atau Besemah), dan Lintang. masyarakat masyarakat Orang Lahat sebahagian besar tinggal di daerah-daerah pergunungan atau area perbukitan yang subur. Di bahagian barat dan selatan terdapat gugusan Pergunungan Bukit Barisan dengan puncaknya yang tertinggi Gunung Dempo (3.159 meter di atas permukaan laut).[2] Karena tinggal di wilayah yang subur, sistem mata pencaharian hidup Masyarakat Orang Lahat adalah bertani. Banyak di antara mereka mengusahakan tanaman perkebunan jenis tanaman keras, seperti tanaman karet, kopi ataupun cengkeh. Mereka juga menanam padi, sayur-sayuran dan palawija. Ada juga yang beternak ikan sebagai mata pencaharian hidupnya. Bagi masyarakat Orang Lahat yang tinggal di wilayah perkotaan biasanya mereka berdagang sebagai mata pencaharian hidupnya.
Kepercayaan
[sunting | sunting sumber]Masyarakat Orang Melayu Lahat sudah lama memeluk Agama Islam. Meskipun demikian mereka masih mempercayai dan menjalankan kepercayaan nenek moyangnya. Dalam berbagai upacara adat, mereka masih mencampur ritual-ritual dalam ajaran Islam dengan kepercayaan terhadap mahluk-mahluk halus. Misalnya menyajikan sesajen atau mengucapkan mantra-mantra. Salah satu yang dimaksud adalah upacara adat Sedekah Rame, atau tradisi adat tentang pengelolaan sawah. Dengan melaksanakan tradisi tersebut Orang Orang Lahat berharap hasil yang mereka tanam akan memuaskan serta dilindungi oleh Yang Maha Kuasa.[2]
Bahasa
[sunting | sunting sumber]Bahasa Melayu Lahat termasuk dalam rumpun Bahasa Melayu, dan keempat kelompok sub Orang tadi menggunakan bahasa yang sama. Yang membedakan adalah dialek mereka yang berbeda-beda. Orang Lematang menggunakan Bahasa Melayu Lahat dengan dialek Lematang, Orang Kikim dengan dialek Kikim, Orang Besemah dengan dialek Besemah dan Orang Lintang dengan dialek Lintang. Jadi jika seandainya sesama orang Lekipali bertemu dan berkomunikasi, lewat dialeknya itu bisa diketahui berasal dari kelompok manakah lawan bicara mereka.[2]
Sistem Kekerabatan
[sunting | sunting sumber]Orang Lahat menganut sistem kekerabatan patrilineal, atau garis keturunan dari belah ayah. Maka dari itu pewarisan gelar diturunkan melalui garis lelaki. Gelar yang diwariskan ini salah satunya berlaku juga untuk jabatan Jurai Tue.[3] Jurai Tue memiliki kedudukan yang sangat penting dalam adat Orang Lahat. Mereka ini adalah pembina moral buat para Melayu Lahat. Mereka harus selalu memberikan contoh, mampu menjadi panutan di mana pun mereka berada.[4] Syarat mutlak yang menjabat kedudukan tersebut adalah mereka ini tidak boleh seorang perempuan. Alasannya, lelaki dianggap memiliki sifat kepemimpinan, memiliki kesigapan untuk menjalankan tugas sebagai Jurai Tue, dan tidak memiliki batasan-batasan terlalu banyak jika dibandingkan dengan perempuan. Syarat utama yang juga harus dipenuhi adalah dia harus anak lelaki pertama dari keturunan Jurai Tue sebelumnya. Jabatan ini merupakan jabatan turun-temurun, tidak melewati pemilihan. Sedangkan alasan mengapa harus anak lelaki tertua adalah karena bagi orang Orang Lahat lelaki tertua dianggap mampu menjadi pembina moral tadi.
Sistem Pemerintahan Adat
[sunting | sunting sumber]Seperti halnya masyarakat moden, Masyarakat Adat Orang Lahat juga memiliki sistem pemerintahan yang menjalankan tradisi mereka tersebut. Kampung-kampung Melayu Lahat dipimpin oleh Rie sebagai kepala pemerintahan setempat. Rie juga sekaligus menjadi kepala adat. Dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala adat, Rie dibantu oleh golongan datuk-datuk, atau yang dianggap sesepuh (orang yang dituakan) di kampung tersebut. Juga terdapat Penghulu atau disebut juga sebagai Khatib. keduanya memiliki tugas memimpin hal-hal yang terkait dengan upacara-upacara keagamaan atau adat. Ada juga yang bertugas khusus mengatur soal persawahan, mulai dari menanam, pemakaian air hingga saat musim menuai tiba. Jabatan ini disebut sebagai Ketua Ataran.[2]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ "Visualisasi Data Kependudukan - Kementerian Dalam Negeri 2021" (Visual). www.dukcapil.kemendagri.go.id. Diarkibkan daripada yang asal pada 2021-08-05. Dicapai pada 23 Mac 2022.
- ^ a b c d Melalatoa, DR. M. Junus (1995). Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia Jilid L – Z. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- ^ "Jurai Tue, Jabatan Turun-temurun". pagaralam pos online. 19 Maret 2016. Dicapai pada 18 Maret 2019. Check date values in:
|access-date=
dan|date=
(bantuan) - ^ Murniatmo, Gatut; H. Nugroho, Hermawan; Dradjad, Sjamsu (2000). Khazanah Budaya Lokal: Sebuah Pengantar Untuk Memahami Kebudayaan Daerah di Nusantara. Yogyakarta: Adicita. ISBN 979-9246-29-6.