Cina Maluku
Kawasan ramai penduduk | |
---|---|
Ambon Ternate Dobo Saumlaki | |
Bahasa | |
Bahasa Indonesia, Bahasa Ambon, Bahasa Hokkien | |
Agama | |
Kristian, Islam,Buddha |
Cina Maluku adalah komuniti warga keturunan Cina Indonesia yang duduk di wilayah Maluku.[1][2]
Pendahuluan
[sunting | sunting sumber]Sejarah masuknya etnis Tionghoa ke Indonesia pada umumnya tidak dapat dipastikan begitupun dengan kedatangan mereka di Kepulauan Maluku kalaupun ada sumber yang membuktikan kedatangan etnis Tionghoa kebanyakan dari cerita masyarakat setempat dan juga dari beberapa bukti peninggalan dari keturunan Tionghoa yang masih berada sampai sekarang malah sudah kawin mawin dengan penduduk asli Maluku (Maspaitella, 2010).
Etnis Tionghoa sejak lama telah menjadi bagian dari peradaban di Maluku secara umum dan secara khusus. Mereka turut andil dalam merubah perilaku masyarakat pribumi Maluku, terutama dalam hal perdagangan hasil bumi dan laut sejak dulu. Ketika bangsa Eropa fokus pada perdagangan rempah-rempah, beberapa data juga menyebut bahwa pedagang Tionghoa kemudian membeli tanah dari penguasa-penguasa setempat untuk melakukan berbagai usaha mereka di bidang ekonomi. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika keberadaan orang-orang Cina di berbagai tempat termasuk di kepulauan Maluku membuat masyarakat lokal menyebut mereka dengan sebutan seperti “China Saparua”, “China Dobo”, “China Namlea”, “China Banda”, “China Kei”, “China Saumlaki” dan lain sebagainya. Sesuai dengan tempat tinggal dan aktifitas perdagangan mereka.
Mereka juga memperkenalkan sistem jual-beli dengan menyertakan uang atau barang berharga, dan manajemen pasca panen dalam bentuk ‘simpan uang’. Dalam kehidupan sosial keagamaan, orang-orang Tionghoa Maluku cenderung memilih agama Kristen sebagai agama yang dianut.[3][4][5]
Hubungan Cina dengan Maluku
[sunting | sunting sumber]Maluku sudah tercatat dalam tambo dinasti Tang di negeri China (618-906) yang menyebut tentang ‘Miliku’, yaitu suatu daerah yang dipakai sebagai patokan penentuan arah ke kerajaan Holing (Kalingga) yang ada di sebelah Barat. W.P. Groenveldt memperkirakan ‘Mi-li-ku’ ini sebagai Maluku. artinya sekurang-kurangnya Maluku sudah dikenal di negeri China pada abad ke-7. J.C. Van Leur menyebut:‘Sejak abad pertama Masehi, Indonesia sudah turut mengambil bagian dalam perdagangan Asia Purba dengan jalan niaga yang melalui Asia Tenggara dari China di Timur ke Laut Tengah di bagian barat. Pada waktu itu Indonesia terkenal sebagai pengekspor rempah-rempah, bahan obat-obatan, kayu berharga, hasil-hasil hutan, binatang dan burung yang indah. Cengkih adalah satu-satunya tanaman yang hanya terdapat di Maluku waktu itu. Pedagang-pedagang dan pelaut-pelaut China mengetahui Maluku sebagai penghasil cengkeh, akan tetapi mereka merahasiakan jalan pelayarannya.” Dokumen China pada masa dinasti Ming (1368-1643) menceritakan tentang keberadaan Maluku yang terletak di laut Tenggara. Sebelum itu, dan sampai dengan 1421, peta navigasi China mengenai keberadaan pulau rempah-rempah disimpan sebagai dokumen rahasia, dan yang dipublikasi adalah peta yang sudah diubah sistem navigasinya. Disebutkan bahwa Maluku memiliki ‘gunung dupa’ (incense mountain), dan jika telah ‘turun hujan’, maka dupa itu berjatuhan menutupi tanah sehingga penduduk tidak mampu menghimpunnya karena banyaknya. Tempat menyimpannya banyak dan kemudian dibawa ke perahu-perahu pedagang untuk dijual.” Gavin Menzies bercerita panjang lebar tentang bagaimana ekspansi dagang dan armada laut China menerobosi lautan dan membuat peta pelayaran lalu untuk sekian waktu lamanya ‘menyembunyikan’ Maluku sebagai pulau rempah-rempah, beberapa abad kemudian baru diketahui oleh orang-orang Eropa.
Nama Keluarga
[sunting | sunting sumber]Marga yang lazim di kalangan Cina Indonesia di kawasan Maluku [6]:
- Cia/Tjia (Hanzi: 謝, hanyu pinyin: xie)
- Gouw/Goh (Hanzi: 吳, hanyu pinyin: wu)
- Kang/Kong (Hanzi: 江, hanyu pinyin: jiang)
- Lauw/Lau (Hanzi: 劉, hanyu pinyin: liu)
- Lee/Lie (Hanzi: 李, hanyu pinyin: li)
- Oey/Ng/Oei (Hanzi: 黃, hanyu pinyin: huang)
- Ong (Hanzi: 王, hanyu pinyin: wang)
- Tan (Hanzi: 陳, hanyu pinyin: chen)
- Tio/Thio/Theo/Teo (Hanzi: 張, hanyu pinyin:
zhang)
- Lim (Hanzi: 林, hanyu pinyin: lin)
Salah satu fenomena umum di Indonesia adalah karena marga dilafalkan dalam dialek Hokkian, sehingga tidak ada satu standar penulisan (romanisasi) yang tepat. Hal ini juga menyebabkan banyak marga-marga yang sama pelafalannya dalam dialek Hokkian, kadang-kadang merupakan marga yang sama sesungguhnya tidak demikian.
- Tio selain merujuk kepada marga Zhang (張) dalam Mandarin, juga merupakan dialek Hokkian dari marga Zhao (趙)
- Ang selain merujuk kepada marga Hong (洪) dalam Mandarin, juga merupakan dialek Hokkian dari marga Weng (翁)
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Orang Tionghoa:Suatu pengantar tentang jejak keberadaan dan warisan budaya di Maluku". siwalimanews. Dicapai pada 2 Mei 2023.
- ^ "Warga Tionghoa Bagian Dari Persaudaraan Maluku". kompas.com. Dicapai pada 2 Mei 2023.
- ^ "Kelenteng Thian Hou Kiong dan Sejarah Eksistensi Etnis Tionghoa di Ternate". RRI. Dicapai pada 2 Mei 2023.
- ^ "Junks to Mare Clausum: China-Maluku Connections in the Spice Wars, 1607–1622" (PDF). Cambridge. Dicapai pada 20 Juli 2023. Check date values in:
|accessdate=
(bantuan) - ^ "Jejak Peninggalan Tionghoa di Maluku". bolong.id. Dicapai pada 23 Juli 2023. Check date values in:
|accessdate=
(bantuan) - ^ "Warga GPM Tionghoa di Saumlaki Gelar Syukuran di Pantai Kelyar Jaya". lelemuku.id. Dicapai pada 2 Mei 2023.